IDEALIS VS REALITA SEORANG IBU


Artikel ini berawal dari beberapa grup ibu-ibu yang bertanya tentang anaknya yang sedang demam. Karena Ia bertanya di grup, itu berarti ia menanti jawaban berdasarkan pengalaman ibu-ibu lain yang ada dalam beberapa grup tersebut. Disini saya tekankan "beberapa" grup, karena memang seminggu terakhir beberapa ibu dari grup berbeda bertanya dengan pertanyaan yang sama. Lalu Ibu-ibu yang lain menjawab sesuai dengan pengalaman nya masing-masing. Ada juga yang menjawab berdadarkan advice dokter saat anaknya juga sakit, tapi lagi-lagi tentu semua jawaban tidak bisa menjadi patokan untuk sang ibu. Karena keluhan setiap anak akan berbeda dan penangannya juga beda.

Disana saya juga ikut memberikan jawaban berdasarkan pengalaman saya menangani Aqila yang tahun lalu sempat demam sampai 41°c. Apa yang saya lakukan saat itu? Berdasarkan ilmu yang saya baca dari buku salah seorang dokter anak bahwa  selama anak masih nyaman walau badannya panas, maka hindari terburu-buru memberinya obat penurun panas. Dan itulah acuan saya saat itu. Saya selalu cek suhu badannya, pastikan dia tidak dehidrasi dengan selalu kasih ASI dan air putih, dan Aqila tipe yang kalau demam itu maunya tidur berbaring. Dan kalau kebangun maunya digendong. Saat itu sepantuan kami (saya dan suami) Aqila masih terlihat tidak terlalu gelisah walau badannya panas.

Masuk hari ke-2 pagi, suhu badannya 39°c. Berlahan saya kompres dan seka lipatan badannya. 

Kenapa tidak langsung diberi obat penurun panas aja sih?

Karena seperti yang saya baca di buku dokter tersebut, obat diberikan hanya ketika anak merasa tidak nyaman. Karena sebenarnya antibiotik  itu bukan untuk menurunkan panas. Antibiotik diberikan untuk mengobati infeksi bakteri. Jadi, jika demam pada anak saat itu disebabkan oleh infeksi lain seperti virus dan bukan karena bakteri, maka anak justru tidak membutuhkan antibiotik. Jika tetap diberikan antibiotik, maka justru obat tersebut berisiko membunuh bakteri baik yang ada di dalam tubuhnya, dan sebaliknya menyebabkan kerugian berupa penyembuhan yang semakin lama. Karena itulah sejak ia lahir setiap kali Aqila demam patokan saya selalu ilmu yang dituliskan dokter tersebut. Selain juga mau meminimalisir telalu sering memberikan obat karena ia masih baby.


Menjelang siang, suhu Aqila masih sama 39°c, meraba badannya membuat hati saya hancur saat itu. Itu pertama kalinya Aqila demam selama kami tinggal di Malaysia, jadi memang belum ada pengalaman membawa ke dokter anak selama disini. Hingga setelah zuhur idealis saya untuk tidak memberinya obat runtuh. Hati Ibu mana yang tidak hancur melihat badan anaknya panas tinggi dan hanya bisa memeluk dan memberinya asupan agar tidak dehidrasi?

Akhirnya kami memutuskan membawanya berobat ke dokter. Sampai disana suhu Aqila ternyata sudah 41°c, Allahuakbar saya ikut menangis memeluknya, padahal Aqila terlihat biasa saja walau matanya yang terlihat sayu. Lalu, saat itu saya diceramahin dokternya panjang lebar yang intinya kalau panasnya sudah 39°c harus segera dibawa ke dokter, karena menghidari kejang (oke ini berbeda dengan ilmu yang saya baca).

Yang saya baca sumber ilmu dari buku dokter juga bahwa tingginya suhu badan bukan berarti anak akan kejang. Karena jika ia memang punya riwayat kejang sebelumnya, dengan suhu 38°c juga bisa saja kejang. Dan pemberian parasetamol untuk mencegah terjadinya kejang juga tidak direkomendasikan karena memang tidak terbukri efektifitasnya. Dan alhamdulillah Aqila memang tidak ada riwayat kejang sebelumnya.

Jadi, saat itu dokternya langsung memberikan Aqila obat penurun panas melalui dubur. Lalu saya juga diadvice bahwa seorang Ibu harus bisa memberikan anaknya obat lewat dubur ketika panasnys tinggi dan selalu sedia obat itu di rumah. Dan qadarullah 2 jam kemudian panas Aqila memang langsung turun ke 37°c dan besoknya sudah sehat seperti sedia kala.

Memang terkadang kita ingin idealis sempurna seperti tuntunan ilmu yang kita baca, tapi terkadang memang berbentur dengan cinta dan perasaan sebagai seorang Ibu. Idealis yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ilmu ahlinya adalah memang tidak memberikan obat antiperik/parasetamol untuk menurunkan panas demam anak. Obat hanya diberikan ketika anak sudah merasa tidak nyaman. Jika anak masih terlihat oke, mau minum, dan tidak dehidrasi maka kita sebagai orang tua cukup memantau suhu badannya. "Memantau"? Ibu mana yang tidak tahan melihat badan anaknya panas, walau anaknya masih bisa tertidur lelap dan tanpak biasa saja, tapi hati Ibu ingin segera menghilangkan demam itu dari sang anak.


Karena memang terkadang idealis bisa kalah dengan kerisaun dan kegundahan hati Ibu ketika melihat sang buah hati sedang demam.

Sebenarnya semenjak menjadi Ibu memang beberapa kali saya dihadapkan pada kondisi yang berbenturan pada idealis secara ilmu dan perasaan serta kondisi realita yang tidak mendukung. 

Contohnya, dulu  ketika MPASI. Sejak awal MPASI saya memang selalu merujuk ke anjuran WHO dan IDAI. Makanya sejak awal saya selalu pastikan komposisi makanannya terpenuhi dengan menu lengkap dari semua komponen. Bahkan saya dan suami selalu menimbang berapa  berat takaran  kebutuhan protein hewani yang hendak kami masak untuk MPASI Aqila. Selalu menghitung berapa jumlah gram makanan yang harus ada pada setiap sesi makan. Memastikan suhu penyimpanan MPASI di kulkas sesuai dengan anjuran WHO, mengurangi distraksi ketika makan, dsb.

Semua yang kami lakukan terkait MPASI itu memang sesuai ilmu dan anjuran yang seharusnya memang dilakukan dari WHO dan IDAI. Tapi beberapa kali dihadapkan oleh realita di lapangan yang berbeda. 

Saya masih ingat sekali ketika Aqila umur 11 bulan, dia hampir seminggu gak semangat makan. Makan sediikit lalu tak berminat untuk menghabiskan sesuai dengan porsi yang seharusnya dengan usia di saat itu. Seminggu yang galau dan sudah mengeluarkan segala cara, dan ternyataaaaa ketika saya mulai menyerah, qadarullah Aqila menghampiri piring saya dan suami lalu duduk ikut memakan makanan bersama kami. Oke TERNYATA dia sudah mau naik tekstur ke makanan keluarga. Dan alhamdulillah setelah itu makannya lahap kembali. Masyaallah, selama seminggu itu bergelut antara idealis yang seharusnya terjadi dengan kenyataan seorang Ibu yang tidak bisa memaksakan anaknya makan jika memang ia tidak mau. Apalagi sejak awal saya sudah bertekad ingin membangun suasana yang menyenangkan dan indah di memori aqila tentang makanan, dan alhamdulillah memang tekad itu mulai terlihat berbuah manis sekarang. Aqila yang sekarang suka semua jenis makanan dan memakan apapun menu makanan yang kami masak. Bahkan sekarang ia sudah bisa memilih antara ayam dan ikan, atau telur dan tempe, atau briyani dan kebuli.

Sebagai seorang Ibu memang banyak sekali kejutan yang akan kita hadapi setiap harinya. Mulai dari yang mengundang tawa hingga air mata. Tak jarang bahwa ilmu yang kita pelajaripun terkadang tidak selaras dengan realita yang kita hadapi. Ada perasaan ingin selalu memberikan yang sempurna ke buah hati. Tapi ada juga perasaan dimana ingin menyerah dan tidak tau lagi berbuat apa untuk menghadapi kondisi-kondisi yang nenguras sabar bahkan perasaan seorang Ibu.


Yang suami saya selalu katakan kepada saya ketika dihadapkan kebingungan antara idealis ilmu dan realita yang harus dihadapi :

Anak itu Allah yang punya, anak itu Allah yang berkuasa menggerakkannya, jika ia demam maka itu Allah yang kehendaki, maka obat bukanlah yang menjadi faktor kesembuhan tunggal, obat hanya perantara dan bentuk ikhtiyar, tapi yang menyembuhkan siapa? Allahlah yang hanya bisa menyembuhkan. Maka jika bunda bingung, minta sama Allah, dekati Allah, karena tak ada doa yang paling ampuh selain doa seorang Ibu untuk anaknya..

Begitupun dengan MPASI. Ketika Aqila sedang mogok makan, suami juga menenangkan saya dengan nasehat yang sama :

Aqila itu Allah yang ciptakan, Allah yang menggerakkan ia mau makan atau tidak. Jadi ketika Aqila tidak mau makan, maka yang seharusnya kita lakukan bukan memaksanya agar makan. Akan tetapi dekati Allah dan minta pada Allah agar Aqila mau makan. Karena sebanyak apapun usaha kita agar Aqila makan, jika Allah tidak menghendaki ia makan, mka ia tetap tidak akan mau makan. Minta ke pemiliknya, supaya bunda tidak kecewa dengan respon Aqila dari ikhtiyar kita..

Sebagai seorang ibu saya tau sekali bagaimana galau dan gundahnya hati kita ketika anak bersikap tidak sesuai yang "seharusnya" kita pelajari. Bahkan tak jarang kita jadi menyalahkan diri sendiri, menganggab karena kebodohan dan kelalain kitalah semua itu terjadi. Terlebih saat anak sakit, tak ada yang paling hancur hatinya selain hati seoang ibu.


Tapi mulai sekarang, dengan mengingat bahwa kita punya Allah untuk tempat meminta segala sesuatu, semoga kegundahan kita lebih terarahkan agar tidak larut dan berbuah sikap yang tidak pantas sebagai seorang madrasatul ula. 

Yuk dekati lagi Allah, karena memang tak ada yang paling ampuh selain doa seorang Ibu ke anak-anaknya..

Happy sharing..
Mom supports mom..

0 Komentar