Lebih kurang 3 bulan sudah social distancing digalakkan hampir di semua daerah. Lockdown, PSBB, PKP, MCO, atau apapun istilahnya, intinya tetap sama, menjaga jarak dengan sesama manusia. Keadaan ini bukan hanya berpengaruh pada sektor-sektor besar seperti perekonomian, pariwisata, pendidikan ataupun kesehatan saja. Akan tetapi juga masuk ke lini kecil dalam masyarakat, yaitu Rumah Tangga.
Setelah resmi menikah, memang setiap individu mulai fokus ke amanah yang sudah mereka pilih. Apakah itu suami yang mencari nafkah, sehingga harus pergi pagi dan pulang sore hari. Ataupun istri yang memilih berkiprah dari rumah ataupun juga yang memilih bekerja di luar rumah. Juga anak yang mulai masuk jenjang pendidikan dan mulai pergi sekolah di setiap harinya. Dari semua kesibukan itu setidaknya hanya pada malam harilah yang bisa mengumpulkan semua anggota keluarga. Duduk bersama menikmati hidangan makan malam, bertukar cerita dan lanjut tidur untuk besok kembali melakukan aktifitas yang sama.
Sejak maret lalu, ada saja Ibu-Ibu yang bertanya di beberapa grup :
Moms, ada yang senasib gak sama saya? Kok semenjak suami WFH (Work From Home) kami jadi sering cekcok ya?
Moms, ada tips supaya gak sering miskom dengan suami? Suami saya semenjak kerja dari rumah kok malah sering miskom ya dengan saya?
Moms, saya capek, lelah, suami sama sekali gak keoperatif selama di rumah..
Ada yang merasakan WFH jauh dari ekspektasi seperti saya gak ya? Saya fikir dengan WFH tugas domestik akan semakin ringan. Eh taunya sama aja, justru lebih makan hati liat suami kok ya tangannya gak niat bantuin saya di rumah..
Dan masih banyak lagi pertanyaan dan curhatan bernada serupa di grup yang isinya emak-emak dari berbagai kalangan. Fyi grup whatsapp saya sesama Ibu memang banyak, mulai dari yang sehobbi dengan saya, grup yang fokus ke mpasi, atau yang fokus ke parenting islami, grup mama milenial dan masih banyak lagi grup emak-emak lainnya. Ternyata perasaan kesal dan jengkel itu tidak melihat orangnya, bahkan Ibu yang sudah menikah 10 tahunpun pertanyaannya juga senada.
Sudah bertahun-tahun kami menikah, semenjak WFH saya jadi tau kalau suami saya ternyata susah sekali diajak kerja sama soal urusan rumah, padahal ART kami juga lagi cuti karena corona ini..
Ternyata kerja di luar memang lebih seru ya moms, saya salut dengan Ibu-Ibu yang bertahan menjadi IRT, ternyata mengurus rumah setiap hari nonstop itu tidak mudah, pantes aja setelah saya WFH, ART saya langsung minta libur dengan alasan lebaran..
Beberapa negara juga menginformasikan bahwa tingkat kekerasan dalam rumah tangga meningkat semenjak pandemi. Bahkan Cina mencatat angka perceraian yang tinggi. Di Malaysia sendiri pemerintahnya memberikan layanan konsultasi terkait konflik dalam Rumah Tangga pada masa pandemi. Karena kenyataan yang ada memang ekspektasi harus di rumah saja bersama pasangan tak selamanya indah seperti bayangan.
Tapi, disisi lain justru ada pasangan yang merasakan hal sebaliknya. Masih ingat meme tentang "setelah corona akan banyak wanita yang melahirkan?". Yap karena waktu dengan pasangan lebih banyak. Dan waktu untuk bercinta juga semakin banyak. Beberapa kenalan saya juga alhamdulillah ada yang positif hamil semenjak WFH. Itu berarti memang WFH tak selamanya berdampak negatif bagi setiap pasangan.
Pilihannya ada pada kita dan pasangan, ingin menjadikan ini moment untuk saling memahami lebih dalam, saling memanjakan satu sama lain atau justru menjadi momen saling berharap, saling menuntut dan sikut-sikutan?.
Coba fikirkan sudah berapa lama tidak duduk berdua diskusi bersama suami? Jika selama ini alasannya adalah "tidak ada waktu" inilah saatnya menyediakan waktu. Duduk berdua, tanyakan apa sebenarnya yang pasangan inginkan dari kita?. Apa sesungguhnya yang kita butuhkan. Apa yang kita mau, apa yang kita rasakan. Karena sangat banyak masalah yang sumbernya cuma satu, yaitu miskomunikasi.
Makanyan di dalam buku saya selanjutnya saya membahas mengenai komuniksi ini khusus dalam bab tersendiri. Karena berkomunikasi dengan pasangan adalah pembelajaran dan prakteknya seumur hidup. Bukan hanya tentang bahasa yang digunakan, tapi juga tentang memahami betul apa saja fitrah setiap pasangan.
Fitrah suami yang seorang pemimpim, maka penting bagi kita untuk berbicara padanya layaknya seorang pemimpin. Bagaimana berbicara pada pemimpin? Yaitu menghargai dengan menatap wajahnya, singkirkan handphone, dan jangan sekali-kali menyuruh. Karena pemimpin hakikatnya bukan untuk disuruh, tapi diajak KERJA SAMA. ini klise tapi penting untuk kita sebagai istri tau. Oke dalam rumah tangga memang sejatinya adalah saling, saling membantu, saling memahami, tidak ada yang namanya "ini kewajibanmu, bukan aku". Akan tetapi lagi-lagi tak semua pasangan paham akan hal ini. Tak semua pasangan ringan tangan untuk membantu. Dan tidak semua pasangan PEKA. Karena paradigma zaman dahulu kala tentang "suami cari uang dan istri mengurus rumah" masih dipegang oleh beberapa orang zaman sekarang. Walau sudah banyak ahli yang mengatakan paradigma itu sudah tidak berlaku lagi sekarang, tapi tetap saja, toh kalau pasangan kita tidak tau ya percuma.
Untuk itu diperlukan komunikasi yang pas. Dimulai dari memahami fitrah masing-masing. Fitrah istri yang mulutnya lebih sering berbicara. Bahkan Louanne Brizendine pada tahun 2006 menyebutkan di dalam salah satu buku terlarisnya yang berjudul The Female Brain bahwa wanita mengeluarkan 20.000 kata perhari dibandingkan pria yang hanya menggunakan rata-rata hanya 7000 kata di setiap harinya. Jika kita tau akan hal ini, maka lidah kita sebagai suami tak akan mudah mngatakan "istri saya kok selama WFH semakin cerewet ya, pusing, lebih enakan di luar rumah". Padahal sebenarnya apa? Bukan istri yang cerewet, tapi memang fitrah berbicaranya yang lebih bnayak. Justru ini seharusnya membuat pasangan lebih berhati-hati. Karena jangan sampai kebutuhan bicara istri tersalurkan pada hal yang kurang tepat, seperti curhat di sosmed, dsb. Jika hal itu terlanjur terjadi, jangan serta merta salahkan sang istri. Coba intropeksi diri, sudahkah kita menjadi psangan yang nyaman sebagai tempat bercerita?. Jangan-jangan setiap pasangan mau ngobrol kita malah asik main hp, sibuk menggerutu, tutup telinga dan mengacuhkan berkali-kali.
Ini kita baru bahas satu point dalam komunikasi, yaitu fitrah, itupun hanya baru satu fitrah. Banyak lagi dari hakikat setiap wanita pria yang memang mau tidak mau harus TAU. Seperti gaya bahasa pria yang eksplisit dan wanita yang implisit. Ketika wanita berkata "saya baik-baik aja kok" suami akan menagkap, "oh istri saya memang baik-baik saja" Padahal sebenarnya istri ingin lebih ditanya "kamu kenapa? Sakit ya? Mau makn apa? Kamu sedih ya?" Tapi karena memang pada dasarnya gaya bahasa pria itu eksplisit maka ia tak akan tau maksud tersembunyi dari perkataan istri. Jika istri paham akan hal ini, maka ia tidak akan lagi main tebak-tebakkan atau kode-kodean dengan suami. Karena dia tau itu hal yang percuma, karena ia paham bahwa suaminya adalah lelaki yang gaya bahasanya memang eksplisit.
Sampai disini sebenarnya masih banyak yang harus dibahas, terlebih sekarang masih dalam masa pandemi yang itu berarti memang akan di rumah lebih lama. Semoga momen ini bisa menjadikan kita lebih dekat dengan pasnagan, lebih bisa saling memanja, lebih bisa saling memahami. Masalah itu pasti ada, ketemu sesekali saja bisa timbul masalah, apalagi yang 24 jam sehari. Bukan tentang seberapa besar masalah yang kita hadapi, tapi seberapa tangguh hati kita dalam menyikapinya.
Semoga pandemi ini bisa menjadikan kita lebih erat lagi dengan pasangan, lebih terbonding lagi walau banyak sekali konflik kecil terjadi..
Karena ini rumah yang dibangun bersama..
Maka merawatnya juga bersama..
Singkirkan ego..
Mulailah berbenah..
Dimulai dari diri sendiri..
Dimulai dari saat ini..
15 Komentar
Siap. Dan harus banget belajar ya apalagi dengan adanya momen seperti ini. Bisa di manfaatkan untuk saling mengenal memahami dan belajar di antara pasangan.
BalasHapusSetuju, mba. Komunikasi sangat penting dalam suatu hubungan. Memang ya mending bilang terus terang daripada kode-kodean sama suami🤭.
BalasHapusYup, Komunikasi adalah koentji.
BalasHapusPengertian dan terbuka adalah sarananya
Intinya dikomunikasikan ya Mba
BalasHapusSuka deh, makasih Mba
nice sharing mba...tq
BalasHapusCOmmunication is the key, for everything to everyone. Jazakillah mba sharingnya.
BalasHapusMakasih sharingnya mbak....
BalasHapusDi jkt udah mulai new normal, jdi berasa kehilangan masa2 pak suam sring2 wfh dirumah, terlalu nyaman sring2 kumpul jdi begini
BalasHapusMemang harus terus belajar tentang fitrah manusia ya Mba biar lebih paham dan ga banyak menuntut pasangan. Makasih sharingnya Mba 😊
BalasHapusalhamdulillah aku & suami ngerjain semuanya sama sama, udah ngga terikat dgn paradigma 'suami cari uang, istri ngurus rumah' 😁
BalasHapusSeperti teori di buku men are from mars women are from venus ya mba, memang beda dan harus saling memahami. Belajar teorinya seru, tapi prakteknya challenging banget ya pasti. Semangat mba-mba yg sudah berkeluarga, semoga sy pun bisa segera mempraktekkan ilmunya. 😊
BalasHapusnice share mba :)
BalasHapusselain komunikasi, membangun komitmen sebelum pernikahan penting banget, bahkan setelah menikah juga harus diluruskan lagi niatnya. Saya rasa pekerjaan domestik gak harus dipikul istri semata meskipun suami bekerja.
Bismillah.. semangaaat...
BalasHapusnah iya, awal2 locked down memang kaget sih ya dengan situasi baru yang semua penghuni berada di rumah terus menerus, skr kerja dari rumah dan sekolah dari rumah. kalau tidak cepat beradaptasi memang terasa berat. harus saling komunikasikan apa yang dirasa, saling memahami dan saling membantu ^^
BalasHapusKomunikasi itu memang penting banget dalam rumah tangga ya mba. Aku catet banget ni poin komunikasinya. Buat bekal nikah nanti
BalasHapus