Genggam Dunia Ditangan, Hujamkan Akhirat Dihati

Perfectionis, ambisius dan visioner, 3 kata itulah yang dapat menggambarkan diriku. Setidaknya itu kusadari ketika jatuh sakit saat turun menjadi juara 2 dikelas SD. Kepribadianku itu semakin terbentuk setelah aku mengerti apa itu ambisi-ambisi dunia, planning, dan target-target jangka panjang.
Selama ini ambisi duniawi itulah yang mengisi setiap hariku bertahun-tahun. Yang selalu ku yakini adalah "jika orang lain bisa, kenapa aku tidak...". Memang selama aku yakin bahwa aku bisa, semua itu memang bisa kudapat, terlebih sifat perfectionis membuatku selalu berusaha maksimal untuk mendapatkan sesuatu. Tapi semakin hari aku mulai merenung, rasanya ada yang kurang. Memang semua capaian duniawi itu kudapat, tapi hati dan jiwaku kosong. Seperti ada yang tidak seimbang.
Qadarullah ketika Allah memilihku untuk menyelesaikan hafalan 30 juz Al Quran di awal tahun 2015, seketika hari-hariku mulai berubah. Ketika hidupku sudah kudedikasikan untuk murojaah seluruh hafalan itu sepanjang hidupku, seketika ada yang berubah pada diriku. Tentang semua ambisiku memang masih ada, karena ambisius itu sudah menjadi watak yang aku sendiri tidak ingin merubahnya, karena menurutku itu tidak ada salahnya. Hanya saja seluruh planning, ambisi serta semua targetku terasa lebih hidup. Karena aku selalu memasukkan point "upgrading ruhiyah" sebagai salah satu ikhtiyar ketika menginginkan sesuatu. Jika dulu ikhtiyarku kebanyakan hanya mengandalkan kemampuan diriku saja, sejak tahun 2015 itu aku mulai membawa Al Quran disetiap langkahku.
Apa yang kurasakan setelahnya?
Aku merasa ketika aku memperioritaskan Al Quran, maka dunia yang kukejar itu mengikuti ku dari belakang. Seperti contoh saat masa-masa ujian dikampus,ketika teman-temanku yang lain memilih membawa buku untuk belajar dimenit-menit sebelum ujian dimulai, aku justru memilih tidak membawa buku kekampus dan hanya membawa Al Quran. Ya, hanya Al Quran. Ketika yang lain belajar keras didetik-detik sebelum ujian dimulai, aku memilih untuk murojaah Al Quran beberapa halaman sebelum memasuki ruangan ujian.
Hasilnya bagaimana?
Alhamdulillah sempurna IPK 4 bisa kudapat dibeberapa semester saat itu. Tapi tentu sifat perfectionis yang aku miliki sudah menuntunku untuk belajar 2 minggu sebelum ujian, gaya belajarku adalah dengan mengajari yang lain. Sehingga selain review ilmu yang kudapat, aku juga bisa berbagi ilmu kepada teman yang lain.
Apa hanya itu yang kudapat setelah aku memperioritas Al Quran?
Tentu tidak, banyak kemudahan yang kurasakan setelah amanah hafizoh itu ada dipundakku, diantaranya lulus kuliah 3 tahun 5 bulan, menyelesaikan skripsi hanya dalam waktu 1 bulan, lulus dengan prediket summa cumlaude,riset/penelitianku beberapa kali lolos ke konferensi nasional dan internasional seperti padang, malaysia, pakistan, brunei darussalam, walau tidak semua bisa dihadiri karena terkendala biaya saat itu.
Hingga saat ini jika ada ambisi/target duniawi yang ingin kucapai, aku selalu memasukkan "upgrading ruhiyah" menjadi salah satu strateginya. Memperbanyak tahajud, menajamkan doa, merutinkan zikir dan memurojaah hafalan Al Quran.
"Dunia yang kau kejar akan pergi, tapi akhirat yang kau prioritaskan akan selalu dekat dihati.." seperti itulah kiranya hikmah yang dapat aku ambil setelah hidup ini aku dedikasikan untuk Al Quran.

Yuk kita prioritaskan lagi akhirat kita. Karena mati hanya sekali, akan tetapi hidup ini setiap hari. Ambisi dunia memang tidak akan ada habisnya, tidak akan pernah puas, akan tetapi jika kita selalu membawa point akhirat disetiap ambisi tersebut, maka semua pencapaian yang akan kita dapat akan terasa semakin hidup dan berisi. Serta ketenangan hati yang sulit untuk digambarkan.
Jika dunia yang kau kejar, maka hanya dunia yang kau dapat. Jika akhirat yang kau kejar, maka dunia akan mengikutimu dari belakang..."
[Wafi Azkia, 2019]
.
.
.
#KURMA
#kurmamenulisramadan
#day2

0 Komentar